17 November 2013

Puncak dan Kaki Gunung

Kotbah tadi Kebaktian Pemuda-Remaja, judulnya Through It All. Sebagian kecil isi kotbahnya yang gw inget adalah, seorang lalala, namanya Paul Stoltz menyatakan ada kemampuan manusia lainnya selain IQ, EQ, dan SQ. Namanya AQ, Adversity Quotent. Menurut pengkotbahnya, itu artinya kemampuan untuk berjuang / bertahan hidup.

Dalam kemampuan AQ itu ada 3 tipe. Digambarkan kondisinya sedang mendaki gunung.
Tipe pertama : Quitter
Mereka adalah yang menyerah sebelum mulai mendaki. Mulai dari baca bahwa 3.000 meter tingginya, udah ogah duluan. Mundur teratur.
Tipe kedua: Camper
Mereka adalah yang mendaki sampai pos pertama atau kedua. Setelah itu memutuskan untuk berdiam di tempat dan cukup puas dengan menikmati puncak gunung dari tempat mereka berada.

Tipe ketiga: Climber
Mereka adalah yang mendaki sampai puncak gunung. Waktu udah sampe di puncak gunung, mereka tidak puas sampai di situ saja, melainkan mereka berpikir, " Gunung mana lagi yang harus kudaki?"

Kalo tadi bahas soal mencapai puncak gunung,
Sekarang gw mau bahas soal turun gunung.

Beberapa minggu yang lalu gw baru mulai baca salah satunya buku C.S. Lewis. Buku kristiani gitu, bukan tipe gw banget. Tapi penasaran aja sih, karena temen gw bilang itu salah satu pengarang yang bagus. Judul bukunya "Four Kind of  Love" (kalo gak salah, haha). Gw baru baca sampe bab kedua. Di situ membahas tentang kasih.

Salah satu analoginya adalah, waktu lu mau pulang kampung. Kampungnya ada di kaki gunung. Cara mencapai ke sana, lu harus mendaki gunungnya, baru turun ke desa lu itu.

Kondisinya ketika lu mencapai puncak gunung itu, lu bisa terdiam di sana, lu bisa liat SELURUH desa lu.
Lu sedang berada di titik yang terdekat dengan desa lu. Tapi lu gak berada di situ.

Lu hanya dapat menikmati dia secara visual, tidak dengan fisik lu. Tetep aja lu belom mencapai desa lu.

Intinya yang gw tanggep dari pelajaran naik dan turun gunung itu adalah
kita gak boleh sampai pada titik puas secara visual kaya tipe camper. Atau hanya puas memandangi desa dari puncak gunung kaya perumpamaannya C.S. Lewis.
Kita harus mencapai tujuan kita secara fisik, mental, dan visual.

Tapi sayangnya gw orang visual! hahaha. Emang masih banyak yang harus diubah lewat pembelajaran.
In the end, I think : Life is all about learning and acting!

1 komentar:

  1. Sama pi, gw jg orng yg visual, hehehe... setuju pi: life is about learning and acting! thank you pi..

    BalasHapus