23 Desember 2014

Subjek Pelaku

Terinspirasi dari kata-kata sederhananya pemimpin liturgi pada Kebaktian Pemuda hari Minggu, 21 Desember 2014 kemarin, yaitu Syahveina, yang lebih akrab dipanggil Pepen. Tema minggu itu adalah Christmas Gift . Rangkaian tema selama minggu advent tahun ini adalah mencari makna natal yang sesungguhnya. Bahwa natal bukan sekedar masalah menghias pohon natal, meriahnya nyanyian natal, ataupun hadiah natal, tapi ya cari tau sendiri aja apa sebenernya makna natal. Haha.

Jadi, di akhir ibadah kemaren, Pepen cerita sedikit pengalamannya ketika belajar di Taiwan dulu. Di sana kebanyakan pemeluk agama non kristen. Tetapi anehnya mereka turut merayakan kemeriahan natal. Malah mereka yang ngajakin tukeran kado natal. Mereka yang bukan Kristen aja bisa merayakan seperti itu. Lalu apa bedanya kita dengan mereka?

Pepen mengibaratkan momen natal dengan logika yang sederhana. Natal itu kan perayaan ulangtahun-Nya Tuhan Yesus. Sama aja seperti kita merayakan sebuah perayaan ulangtahun. Masa kita mengadakan pesta ulangtahun, tetapi yang berulangtahun tidak hadir di dalam perayaan tersebut. Aneh bukan?

Ketika kita sebagai orang Kristen yang merayakan Natal - ulangtahun-Nya Yesus - seharusnya kita membuat dia menjadi Subjek Pelaku yang sedang merayakan hari kelahiran-Nya.

Selamat menghadirkan Yesus dalam perayaan ulangtahun-Nya!

Mie Lebar, Maria, dan Denis

Mungkin sudah sekitar delapan tahun lebih gw selalu makan mie ayam di depan gereja. Mas yang jualannya pun juga sudah hafal pesanan gw, yaitu mie polos tanpa sayur tanpa ayam. Belakangan ini berevolusi mie kecilnya menjadi mie lebar, tapi tetap polos, tanpa sayur dan ayam.

Yang super mengharukan adalah Denis dan Maria, kedua sahabat gw yang kebetulan mereka berpacaran sekarang. Mereka mengenal betul gw dan hal-hal yang gw anti mengenai makanan gw. Haha.
Udah dua kali,ketika kita pengen sama-sama makan, eh mie lebar nya tinggal sisa buat satu porsi aja. Terus mereka dengan super mengharukannya. selalu merelakan mie lebar itu buat gw. Hueeeeeeeee.
Mana ada pasangan yang seunyu mereka?

Udah, cuma mau bilang gitu aja kok. Terharu sama hubungan mie lebar, Maria, dan Denis dan gw.

16 November 2014

Gagal

Beberapa minggu yang lalu, gw sempet nonton film judulnya "Meet The Robinsons". Sebenarnya film yang salah dicopy untuk ditonton di notepad gw. Gw kira tadinya ini adalah film drama komedi tentang keluarga gitu. Taunya sebuah film kartun. Jengjeng kan.

Gw gak begitu suka film kartun. Kalo kata mama, itu film boongan, karena hanya dibuat-buat. Makanya bete pas tau gw salah film. Tapi karena belakangan ini butuh instrumen untuk membunuh malam, tepatnya sih membunuh pikiran yang datang sesaat sebelum tidur, maka gw putuskan untuk menonton film kartun tersebut.

Awalnya sih ya biasa aja lah. Film seorang anak lelaki yatim piatu, tapi super jenius. Sampe suatu saat dia dibawa ke dunia masa depan, dan ketemu dengan sebuah keluarga yang super aneh. Tibalah waktu dia makan bersama keluarga tersebut, dan keluar sebuah alat pengatur keluarnya selai kacang dan berry. Alat selai itu rusak, dan karena si anak ini super jenius, dia diminta untuk mencoba membenarkannya.

Si anak ini udah berusaha semampunya untuk memperbaik alat selai, tapi ketika dicoba, ternyata malah rusaknya lebih parah. Kerusakannya menimbulkan kekacauan, selainya muncrat ke seluruh keluarga yang sedang makan malam.

Tetapi anehnya, kegagalan anak tersebut malah disambut dengan riang gembira oleh seluruh anggota keluarga. Mereka malahan menari-nari mearayakan kegagalan tersebut. Ternyata prinsip mereka, dari sebuah kegagalan anda akan belajar sesuatu. Belajar cara untuk lebih baik lagi dan lagi.

Kegagalan yang ada bukan untuk disesali dan diratapi. Mungkin butuh waktu untuk membuat jalan pikiran kita mengubah sebuah kegagalan menjadi pembelajarn. 
Yang penting kita bisa bangkit (n+1) dari jumlah kegagalan yang kita alami. 

21 Oktober 2014

Harapan dan Iman

Sedikit membahas euforia pelantikan Presiden Republik Indonesia ketujuh dari sisi lain.
Dari sisi tukang saya. Seorang Tukang Kayu.

Hari Minggu malam, saya mengirimkan pesan singkat supaya ia bersiap besok pagi untuk pergi bersama saya mengukur ke lokasi. Dengan lugu nya, dia bales, "Okkk. Habis ngukur, ke monas ya nonton konser salam 3 jari. hehehehe" Saya sampe gak tahu harus berkata apa. Cukup menghibur pastinya.

Sudah banyak liputan baik lisan, tulisan, foto, video, dan media lainnya yang menyajikan pelantikan presiden yang beda dari yang lainnya. Kali ini, Beliau adalah rakyat biasa yang juga pernah hidup di "bawah". Makanya Beliau tampak begitu menyatu dengan rakyat.

Tapi kecemasan sempat ada dalam benak Beliau. Ketika Rakyat begitu berlebihan menaruh ekspektasi di pundaknya. Seakan semua harapan menggelayuti bahu pemimpin yang kurus tersebut. Beliau hanya berkomentar bahwa semua yang berlebihan itu tidak baik. Bukan berarti ia tidak akan memberikan kemampuan maksimalnya, Tetapi ia juga seorang rakyat, yang dari kalangan kita juga.

Sama seperti kita yang seringkali menaruh harapan, memiliki rencana ini dan itu. Dan akan sangat mudah kecewa ketika harapan kita terlalu tinggi. Karena kita semua masihlah manusia, karena masih sangat banyak faktor yang di luar kendali kita. Layaknya perkataan pepatah "Manusia berencana, tetapi Tuhan yang menentukan."

Ketika kita meletakkan harapan pada Tuhan, bukan tidak mungkin kita tidak kecewa. Tetapi yang dibutuhkan adalah iman. Iman untuk percaya akan apa yang tidak bisa dilihat. Percaya bahwa ada rancangan yang indah yang telah disiapkan bagi kita.

Terlihat mudah menuliskan dan mengucapkannya. Bagaimana menjalaninya?

11 Oktober 2014

kata"nya"

Katanya.
Entah siapa yang mengambil peran "nya" dalam akhiran tersebut. Semacam kata-kata bijak, kata dari orang-orang tua pendahulu kita. Terkadang sulit dipahami, kalau kita gak mengalami sendiri.

Katanya, gak ada yang abadi di dunia ini. Ya, setiap waktu berharga. Momen yang tercipta itu unik. Mulai dari orang-orang yang terlibat di dalamnya, tempat sebuah peristiwa terjadi, hingga suasana yang membumbuinya.

Katanya, kita gak akan menghargai sesuatu sampai kita kehilangan sesuatu tersebut. Atau bahasa mudahnya, kita gak menyadari kita memiliki hal tersebut, hingga kita kehilangannya. Mungkin kita yang kurang peka, atau tidak bersyukur pernah memilikinya.

Katanya, ya katanya.

01 Oktober 2014

Simpati, Empati, dan Sepatu

Seringkali kita mendengar rasa simpati yang disampaikan seseorang kepada orang lain yang menunjukkan sebuah tenggang rasa. Ada juga yang menyatakan empati nya. Kalau saya tidak salah, mereka berdua itu berbeda. Simpati adalah sebuah pernyataan bahwa saya turut merasakan yang anda rasakan pada saat ini. Sedangkan empati adalah sebuah pernyataan bahwa saya mengerti betul dan berusaha memposisikan diri saya seperti keadaan anda sekarang.

Tapi, saya cuma mau bilang bahwa tidak ada simpati terlebih lagi sebuah empati yang membuat anda mengerti betul perasaan, situasi, dan kondisi seseorang pada saat tertentu. Alasan nya cuma satu, karena kita bukan mereka

Kita tidak menggunakan sepatu yang sama dengan mereka.
Kita tidak menjalani jalan kehidupan mereka.
Kita tidak melihat dari sudut pandang mata mereka.
Kita tidak berpikir dengan pola pikir mereka.
Kita tidak merasakan dengan hati mereka.

Ketika kita bilang kita mengetahui perasaan mereka, itu bohong. Tidak ada yang bisa mengerti dengan penuh. Cuma Tuhan yang bisa. 

27 Agustus 2014

Membaca versus Melihat

Beberapa orang mengatakan bahwa setiap momen berharga seharusnya diabadikan melalui sebuah foto.
Tetapi kalo buat gw, sebuah foto itu mungkin bisa menangkap hanya sepotong kejadian. Meskipun 3 dimensi tertangkap melalui selembar foto, tetapi tetap ada satu dimensi yang hilang. Yaitu dimensi waktu. Kita gak akan pernah bisa merasakan kejadian tersebut apabila kita tidak ada di sana pada saat tersebut. Hanya indra penglihatan kita yang mampu mengintepretasika momen yang tertangkap dalam foto tersebut.

Berbeda halnya apabila ada ekposisi yang membantu kita mengintepretasikan sebuah kejadian. Ya memang sama indera penglihatan kita juga yang bekerja. Tetapi bedanya apabila kita membaca sebuah eksposisi maupun narasi, makan indra imajinasi kita juga turut bekerja. Indra-indra tersebut membangun kembali keadaan sekitar seperti yang dideskripsikan dalam sebuah tulisan. Dimensi waktu mungkin tidak dapat terulang kembali juga, tetapi setidaknya dapat dikonstruksi melalui penjelasan dalam tulisan tersebut.

Sama seperti halnya kita membaca sebuah buku (read) dengan menonton sebuah film (see).

01 Agustus 2014

Sahabat yang Menangis dan Mendoakan

Post kali ini gw dedikasikan buat sahabat-sahabat gw yang sudah teruji melalui waktu dan konflik yang ada.
Gw sangat terharu punya sahabat-sahabat yang luar biasa.
Mereka bisa:

SETIA mendengarkan semua cerita sampah gw
ADA kapanpun gw membutuhkan mereka
DEWASA waktu gw gak bisa melihat dengan baik

SINIS ketika gw melakukan hal bodoh
OPTIMIS saat gw mengeluarkan pikiran negatif
SKEPTIS buat hal yang di luar kebiasaan

KEPO untuk semua detail tentang cerita gw
RASIO karena mereka bukan sebagai subjek pelaku

dan yang bikin gw terharu luar biasa adalah.
mereka bisa MENANGIS buat gw
di saat yang sama,
mereka bisa MENDOAKAN yang terbaik buat gw.


28 Juli 2014

The Fault in Our Stars

Hello!

Kali ini gw mau membahas film yang baru kemarin gw nonton. Nontonnya bersama 4 sahabat gw. Temen gw semuanya pada nangis nonton film ini, bahkan sampai ada yang berkali-kali nangisnya. Sedangkan gw merasa film ini sedih sih, tapi tetep aja ini hanya sebuah fiksi. Tapi ada beberapa pelajaran yang bagus yang gw dapatkan dari film ini.



1. Membakar Rokok
Terdapat scene pemeran utama cowo sedang menggoda pemeran utama cewenya. Ketika respons dari si cewe sudah positif, tiba-tiba si cowo mengeluarkan rokok dari kantong, dan menyelipkannya ke dalam mulutnya. Si cewe langsung emosi dan marah, sambil bilang, "Seriously? You ruin everything!" 

Si cowo ini menjelaskan bahwa ini sebuah metafor. Gw agak gak paham sih maksud metafornya di bagian mana. Tapi yang gw tangkap adalah ini masalah pengendalian diri.

Rokok itu tidak punya kekuatan membunuh selama kita tidak membakarnya. Jadi si cowo ini cuma sekedar "gaya-gaya an" nyelipin rokok di mulutnya. Padahal dia sama sekali gak membakarnya.

2. Status
Inti dari film ini gw rasa di sini. Pemeran utamanya memiliki kanker, dia suka sama sebuah buku, dan sangat berambisi ketemu penulisnya. Karena buku favoritnya itu tamat di tengah kalimat.

Dia menemui penulisnya sampe musti ke Amsterdam, sedangkan dia dari Amerika. Tapi begitu ketemu, dia sangat amat kecewa karena penulisnya itu ternyata mabok-mabokan, dan malah memaki-maki dia.

Hal yang sangat dia pengen tau adalah kehidupan setelah tokoh utama dalam buku itu meninggal. Kehidupan keluarga yang ditinggalkan. Status setiap personel dalam keluarga itu tetap sama, tetap menjadi seorang ayah dan seorang ibu, serta seorang anak, ataupun seorang kakak atau adik. Tidak ada yang berubah statusnya hanya karena orang itu meninggal.

3. Oblivion = Dilupakan
Ini yang paling bermakna sih buat gw. Pemeran utama cowonya memiliki satu ketakutan terbesar yaitu dilupakan itu. Dia pengen hidupnya itu bisa membuat dia dikenang sama seluruh dunia ketika dia meninggal. Dia selalu merasa dia harus berbuat sesuatu supaya dia berarti di dalam dunia.

Sampai di suatu titik pacarnya ini marah. Lu gak bakalan bisa bikin semua orang di duni ini mengingat lu. Tapi bukannya udah cukup lu punya satu orang yang gak bakal melupakan lu dari dunianya ketika lu meninggal nanti. 

Sama seperti kata mutiara yang pernah gw baca
To the WORLD you maybe one PERSON,
but
To SOMEONE you maybe their WORLD

05 Januari 2014

Belajar dari Kelinci

Masih soal kompetisi dan bertahan kemarin itu. Hari ini khotbah dari pendeta di kebaktian menggunakan sebuah ilustrasi yang menurut gw menarik. Soal kelinci dan anjing pemburu.

Pertama-tama, muncul tokoh kelinci. Seorang ibu kelinci yang sedang mencari makan di hutan dengan kaki pincangnya untuk memberi makan anak kelinci. 

Kedua, muncul anjing pemburu dan tuannya. Ketika melihat si kelinci, Sang Majikan menyuruh anjingnya untuk memburu kelinci yang lemah tersebut. 

Kelinci itu memang bukan makanan untuk si anjing, melainkan untuk Sang Majikan. Tetapi ketika si kelinci berhasil ditangkap, maka si anjing akan mendapatkan makanan favoritnya sebagai imbalan.

Perburuan pun dimulai. Ketika si anjing berlari, si kelinci yang pincang berlari lebih lagi dan masuk ke pelosok-pelosok yang tidak dapat dijangkau oleh si anjing.

Si Anjing pun menyerah begitu saja. Kembali ke majikannya tanpa membawa apapun. Iapun tahu bahwa apabila ia tidak mendapatkan si kelinci maka ia tidak mendapatkan makanan favorit. Tetapi ia akan tetap diberi makan oleh majikannya.

Berbeda dengan si kelinci. Ketika ia dikejar oleh si anjing dia berusaha berlari sekuat-kuatnya. Meskipun kakinya pincang, ia terus berlari tanpa memedulikan rasa sakit yang ia alami. Karena apa? Karena taruhannya bukan hanya sekedar makanan favorit, tetapi soal nyawanya dan nyawa anaknya. Apabila ia mati, maka anaknya pun juga mati.

Pelajaran yang gw ambil, sama kaya hidup kita. Kalo kita cuma menganggap hidup ini soal mendapatkan makanan favorit, atau bagi gw hanya untuk sekedar memenangkan sebuah kompetisi, maka kita akan mudah menyerah dan cepat puas dengan pencapaian kita tersebut. Tetapi apabila kita mengganggap hidup ini soal pertaruhan hidup mati dan berbagi dengan orang yang kita kasihi, maka pasti kita akan memperjuangkan yang terbaik dalam hidup ini.