02 Agustus 2010

Tetap pada garis

Jumat pagi, saya diantar sang supir untuk pergi ke gereja. Perjalanan kali ini harusnya menjadi singkat karena masih pagi hari, tetapi cukup banyak lampu lalu lintas menyambut kami dengan warna merah.

Di persimpangan antara bungur, gunung sahari, dan angkasa. Di situlah langkah kami terhenti cukup lama. Padahal, kami tiba sesaat sebelum lampu berwarna kuning bergantian hidupnya dengan lampu warna merah.

Sang supir bertahan tepat pada garis sebelum zebra cross. Perhentian kami memperbolehkan di simpang kiri berjalan menuju jalan di sebelah kami. Ketika kendaraan sudah tidak ada, sedangkan lampu hijau bagi sisi kiri masih menyala, berjalanlah kendaraan di sebrang menuju jalan di kiri kami. Mereka mencuri waktu, padahal si hijau belum berpihak pada mereka.

Kini sisi kiri telah berhenti. Dilanjutkan sisi kanan melaju lurus searah mereka. Lagi-lagi ketika kendaraan dari kanan kosong, dari sebrang mencoba berlarian kendaraan roda dua dan roda empat menuju ke arah yang sama.

Masih pada saat yang sama yaitu ketika hijau masih berteman dengan sisi kanan, kendaraan di kanan kosong. Sedangkan di tiga sisi lainnya penuh kendaraan dan masih terhenti. Supir saya mulai terlihat gelisah. Beberapa kendaraan roda dua di sisi kami juga turut memecahkan suasana dengan melaju cepat ke depan. Memang setelah ini adalah giliran kami untuk melihat si hijau.

Mulai terdengar bunyi klakson dari belakang. Supir saya tetap tidak bergeming. Kendaraan di belakang pun tidak sabar dan segera mengambil lajur sebelah kami, dan dengan segera meluncur ke depan.

Tibalah lampu berwarna merah bergantian menyala dengan lampu berwarna kuning menandakan kami harus bersiap. Dan kini kami telah benar-benar siap untuk menyambut si hijau.

Selama pergantian giliran berjalan tersebut membuat saya mengamati dan berpikir,
"Menjadi orang yang tetap berada pada garisnya tidaklah mudah."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar