05 Januari 2014

Belajar dari Kelinci

Masih soal kompetisi dan bertahan kemarin itu. Hari ini khotbah dari pendeta di kebaktian menggunakan sebuah ilustrasi yang menurut gw menarik. Soal kelinci dan anjing pemburu.

Pertama-tama, muncul tokoh kelinci. Seorang ibu kelinci yang sedang mencari makan di hutan dengan kaki pincangnya untuk memberi makan anak kelinci. 

Kedua, muncul anjing pemburu dan tuannya. Ketika melihat si kelinci, Sang Majikan menyuruh anjingnya untuk memburu kelinci yang lemah tersebut. 

Kelinci itu memang bukan makanan untuk si anjing, melainkan untuk Sang Majikan. Tetapi ketika si kelinci berhasil ditangkap, maka si anjing akan mendapatkan makanan favoritnya sebagai imbalan.

Perburuan pun dimulai. Ketika si anjing berlari, si kelinci yang pincang berlari lebih lagi dan masuk ke pelosok-pelosok yang tidak dapat dijangkau oleh si anjing.

Si Anjing pun menyerah begitu saja. Kembali ke majikannya tanpa membawa apapun. Iapun tahu bahwa apabila ia tidak mendapatkan si kelinci maka ia tidak mendapatkan makanan favorit. Tetapi ia akan tetap diberi makan oleh majikannya.

Berbeda dengan si kelinci. Ketika ia dikejar oleh si anjing dia berusaha berlari sekuat-kuatnya. Meskipun kakinya pincang, ia terus berlari tanpa memedulikan rasa sakit yang ia alami. Karena apa? Karena taruhannya bukan hanya sekedar makanan favorit, tetapi soal nyawanya dan nyawa anaknya. Apabila ia mati, maka anaknya pun juga mati.

Pelajaran yang gw ambil, sama kaya hidup kita. Kalo kita cuma menganggap hidup ini soal mendapatkan makanan favorit, atau bagi gw hanya untuk sekedar memenangkan sebuah kompetisi, maka kita akan mudah menyerah dan cepat puas dengan pencapaian kita tersebut. Tetapi apabila kita mengganggap hidup ini soal pertaruhan hidup mati dan berbagi dengan orang yang kita kasihi, maka pasti kita akan memperjuangkan yang terbaik dalam hidup ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar